Jumat, 26 September 2014

Dan tangisnyapun pecah juga

Untuk ke sekian kalinya aku membuat menangis anak orang. Bukan sengaja dong, tapi itulah indikator kekuatan mental mereka. Bagaimana mereka bisa menyikapi sebuah perjuangan, kegagalan dan dorongan dari luar.

Selembut apapun suaraku saat mendampingi muridku, sekuat apapun aku telah sampaikan motivasi pada mereka, tetap saja ada yang jebol bendungan air matanya. Sudah kebal aku dibuatnya, hingga tak terdapat rasa bersalah sebesar ketika pertama kali aku membuat anak menangis.

Biasanya kubiarkan dulu dia sedikit meredakan suasana hatinya. Setelah tenang baru kudekati dan kucharge ulang semangatnya. Entah bagaimana pola perlakuan pada masing masing anak yang harus kubuat. Mereka memiliki karakter dan kepribadian yang berbeda.

Kupikir, dapatlah kita lihat peta masa depan mereka, dengan sikap mental saat ini. Dapatkah hal itu dirubah? Masih kucari jawabannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar